√ Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad
Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib, Nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak gres dalam sejarah Islam pun dimulai. Setelah banyak sekali macam rintangan dilewati, pada cerita Nabi Muhammad yang telah di bahas pada artikel sebelumnya.
Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan kaidah kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW. mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan. kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara gres itu, dia meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
Dasar pertama, yaitu pembangunan mesjid, selain untuk tempat shalat, masjid juga sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Selain itu, juga sebagai tempat merunding masalah-masalah yang dihadapi dan juga berfungsi sebagai sentra pemerintahan.
Dasar kedua, yaitu Ukhuwa Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.
Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan, Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini berarti membuat suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan menurut agama, menggantikan persaudaraan menurut darah.
Dasar ketiga, yaitu relasi persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yhdi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.
Untuk itu dia mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yhdi sebagai suatu komunitas. Setiap golongan masyarakat mempunyai hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW. menjadi kepala pemerintahan mempunyai wewenang yang menyangkut peraturan dan tata tertib umum. Dalam bidang sosial, Rasulullah SAW. juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini semakin mendorong orang-orang Quraisy untuk berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh,
Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan:
Berbeda dengan periode Mekah, pada periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenan dengan kaidah kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad SAW. mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara.
Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan. kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rasul secara otomatis merupakan kepala negara.
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara gres itu, dia meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
Dasar pertama, yaitu pembangunan mesjid, selain untuk tempat shalat, masjid juga sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka. Selain itu, juga sebagai tempat merunding masalah-masalah yang dihadapi dan juga berfungsi sebagai sentra pemerintahan.
Dasar kedua, yaitu Ukhuwa Islamiyyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin, penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut.
Dengan demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan, Apa yang dilakukan oleh Rasulullah ini berarti membuat suatu bentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan menurut agama, menggantikan persaudaraan menurut darah.
Dasar ketiga, yaitu relasi persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yhdi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka.
Untuk itu dia mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yhdi sebagai suatu komunitas. Setiap golongan masyarakat mempunyai hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah SAW. menjadi kepala pemerintahan mempunyai wewenang yang menyangkut peraturan dan tata tertib umum. Dalam bidang sosial, Rasulullah SAW. juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan, sering disebut dengan konstitusi Madinah.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat. Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Mekah dan musuh-musuh Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini semakin mendorong orang-orang Quraisy untuk berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh,
Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan tentara. Umat Islam diizinkan berperang dengan dua alasan:
- Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya.
- Menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalang-halanginya.
Dalam sejarah negara Madinah memang banyak terjadi peperangan sebagai upaya kaum muslimin mempertahankan diri dari serangan musuh. Nabi sendiri, di awal pemerintahannya mengadakan beberapa ekspedisi ke luar kota sebagai agresi siaga untuk melatih kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diharapkan untuk melindungi dan mempertahankan negara yang gres dibentuk. Perjanjian hening dengan banyak sekali kabilah juga diadakan dengan maksud memperkuat kedudukan Madinah.
Perang pertama yang sangat memilih masa depan negara Islam ini yaitu perang Badar, yaitu perang antara kaum muslim dengan musyrik Quraisy. Pada tanggal 8 Ramadhan tahun 2 Hijriyah, Nabi bersama 305 orang muslim bergerak ke luar kota membawa perlengkapan yang sederhana. Di tempat Badar, kurang lebih 120 km dari Madinah, pasukan Nabi bertemu dengan pasukan Quraisy yang berjumlah 900 hingga 1000 orang.
Nabi sendiri yang memegang komando dalam perang ini dan kaum muslimin keluar sebagai pemenang. Namun orang-orang Yhdi Madinah merasa tidak senang, mereka tidak sepenuh hati mendapatkan perjanjian yang telah dibuat antara mereka dengan Nabi.
Tidak lama sesudah perang tersebut, Nabi menandatangani sebuah piagam perjanjian dengan beberapa suku Badui yang kuat. Suku Badui ini ingin sekali menjalin relasi dengan Nabi sesudah melihat kekuatan Nabi semakin meningkat.
Selain itu, sesudah perang Badar, Nabi juga menyerang suku Yhdi Madinah, Qainuqa, yang berkomplot dengan orang-orang Mekah. Orang-orang Yhdi ini hasilnya meninggalkan Madinah menuju Adhri'at di perbatasan Syiria.
Bagi kaum Quraisy Mekah, kekalahan dalam perang Badar merupakan pukulan berat. Mereka berniat untuk membalas dendam. Pada tahun 3 Hijriyah, mereka berangkat menuju Madinah dengan membawa tidak kurang dari 3.000 pasukan berkendara unta, 200 pasukan berkuda di bawah pimpinan Khalid bin Whalid, 700 orang diantara mereka menggunakan besi.
Nabi Muhammad menyongsong kedatangan mereka dengan pasukan 1.000 orang. Namun, gres saja melewati batas kota, Abdullah bin Ubay, seorang munafik dengan 300 orang Yhdi, membelot dan kembali ke Madinah. Mereka melanggar perjanjian dan disiplin perang.
Meskipun demikian dengan 700 orang pasukan yang tertinggal, Nabi melanjutkan perjalanan beberapa kilometer dari kota Madinah, tepatnya di bukit Uhud, kedua pasukan bertemu. Perang dahsyat pun berkobar. pertama-tama prajurit-prajurit Islam sanggup memukul mundur tentara musuh yang lebih besar itu.
Pasukan berkuda yang dipimpin Khalid bin Walid gagal menembus benteng pasukan pemanah Islam. Dengan disiplin yang tinggi dan dan seni administrasi perang yang jitu, pasukan yang lebih kecil itu ternyata bisa mengalahkan pasukan yang lebih besar. Kemenangan yang sudah di ambang pintu ini tiba-tiba gagal alasannya godaan harta peninggalan musuh.
Prajurit Islam mulai memungut harta rampasan perang tanpa menghiraukan gerakan musuh, termasuk didalamnya anggota pasukan pemanah yang telah diperingatkan Nabi semoga tidak meninggalkan posnya.
Kelengahan kaum Muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak-poranda dan tak bisa menangkis serangan tersebut. Satu persatu jagoan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh.
Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang Islam Syahid di medan laga. Penghianatan Abdullah bin Ubay dan Yhdi di ganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, yaitu satu dari dua suku Yhdi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay diusir ke luar kota. Sebagian besar mereka mengungsi ke Khaibar, sedangkan suku Yhdi lainnya, yaitu Bani Quraizah masih tetap di Madinah.
Masyarakat Yhdi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian menjalin kerjasama dengan masyarakat Mekah untuk menyusun kekuatan bersama guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan campuran yang terdiri atas 24 ribu orang tentara. Di dalamnya juga bergabung beberapa suku Arab lain.
Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun ke-5 Hijriah. Atas permintaan Salman Al-Farisi, Nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya.
Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Dalam suasana kritis ini, orang-orang Yhdi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka'ab bin Asad berkhianat. Hal ini makin membuat umat Islam terjepit.
Setelah sebulan pengepungan, angin dan angin kencang turun amat kencang menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa membawa hasil apapun. Sementara itu, pengkhianatan-pengkhianatan Yhdi Bani Khuraizah dijatuhi eksekusi berat, yaitu eksekusi mati.
Pada tahun 6 Hijriyah, saat ibadah haji sudah disyari'atkan. Nabi memimpin sekitar 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah. Bukan untuk berperang, melainkan untuk melaksanakan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakaian Ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di Mekah mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Mekah.
Penduduk Mekah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain:
Kelengahan kaum Muslimin ini dimanfaatkan dengan baik oleh musuh. Khalid bin Walid berhasil melumpuhkan pasukan pemanah Islam, dan pasukan Quraisy yang tadinya sudah kabur berbalik menyerang. Pasukan Islam menjadi porak-poranda dan tak bisa menangkis serangan tersebut. Satu persatu jagoan Islam gugur, bahkan Nabi sendiri terkena serangan musuh.
Perang ini berakhir dengan 70 orang pejuang Islam Syahid di medan laga. Penghianatan Abdullah bin Ubay dan Yhdi di ganjar dengan tindakan tegas. Bani Nadir, yaitu satu dari dua suku Yhdi di Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay diusir ke luar kota. Sebagian besar mereka mengungsi ke Khaibar, sedangkan suku Yhdi lainnya, yaitu Bani Quraizah masih tetap di Madinah.
Masyarakat Yhdi yang mengungsi ke Khaibar itu kemudian menjalin kerjasama dengan masyarakat Mekah untuk menyusun kekuatan bersama guna menyerang Madinah. Mereka membentuk pasukan campuran yang terdiri atas 24 ribu orang tentara. Di dalamnya juga bergabung beberapa suku Arab lain.
Mereka bergerak menuju Madinah pada tahun ke-5 Hijriah. Atas permintaan Salman Al-Farisi, Nabi memerintahkan umat Islam menggali parit untuk pertahanan. Setelah tentara sekutu tiba, mereka tertahan oleh parit itu. Namun, mereka mengepung Madinah dengan mendirikan kemah-kemah di luar parit hampir sebulan lamanya.
Perang ini disebut perang Ahzab (sekutu beberapa suku) atau perang Khandaq (parit). Dalam suasana kritis ini, orang-orang Yhdi Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka'ab bin Asad berkhianat. Hal ini makin membuat umat Islam terjepit.
Setelah sebulan pengepungan, angin dan angin kencang turun amat kencang menghantam dan menerbangkan kemah-kemah dan seluruh perlengkapan tentara sekutu. Mereka terpaksa menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa membawa hasil apapun. Sementara itu, pengkhianatan-pengkhianatan Yhdi Bani Khuraizah dijatuhi eksekusi berat, yaitu eksekusi mati.
Pada tahun 6 Hijriyah, saat ibadah haji sudah disyari'atkan. Nabi memimpin sekitar 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah. Bukan untuk berperang, melainkan untuk melaksanakan ibadah Umrah. Karena itu, mereka mengenakan pakaian Ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di Mekah mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilometer dari Mekah.
Penduduk Mekah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian Hudaibiyah yang isinya antara lain:
- Kaum muslimin belum boleh mengunjungi Ka'bah tahun ini, tetapi ditangguhkan hingga tahun depan.
- Lama kunjungan dibatasi hingga tiga hari.
- Kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang mekah yang melarikan diri ke Madinah, sedangkan sebaliknya pihak Quraisy tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah.
- Selama sepuluh tahun diberlakukan gencatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah.
- Tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam komplotan kaum Quraisy atau kaum muslimin, bebas mendapatkannya tanpa mendapatkan rintangan.
Kesediaan orang-orang Mekah untuk berunding dan membuat perjanjian dengan kaum muslimin itu benar-benar merupakan kemenangan diplomatik yang besar bagi umat Islam. Dengan perjanjian ini, impian untuk mengambil alih Ka'bah dan menguasai Mekah semakin terbuka. Nabi memang sudah semenjak lama berusaha merebut dan menguasai Mekah semoga sanggup menyiarkan Islam ke daerah-daerah lain. Ini merupakan sasaran utama beliau.
Ada dua faktor pokok yang mendorong akal ini:
- Mekah yaitu keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam maka Islam bisa tersebar keluar kota.
- Apabila suku Nabi sendiri sanggup diislamkan, Islam akan memperoleh dukungan yang besar lengan berkuasa alasannya orang-orang Quraisy mempunyai dan dampak yang besar.
Setahun kemudian ibadah umrah ditunaikan sesuai dengan rencana. Banyak orang Quraisy yang masuk Islam sesudah menyaksikan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh masyarakat Madinah.
Gencatan senjata telah memperlihatkan kesempatan kepada Nabi untuk menoleh banyak sekali negeri lain sambil berfikir bagaimana cara mengislamkan mereka. Salah satu cara yang ditempuh Nabi yaitu mengirim utusan dan surat kepada kepala-kepala negara dan pemerintahan.
Diantara raja-raja yang dikirim surat yaitu raja Ghassan, Mesir, Abbesinia, Persia, dan Romawi. Namun tak seorang pun yang bersedia masuk Islam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati, tetapi ada juga yang menolak dengan kasar, menyerupai yang diperlihatkan oleh raja Ghassan. Utusan yang dikirim Nabi di bunuh oleh raja Ghassan.
Untuk membalas perlakuan ini, Nabi mengirim pasukan perang sebanyak 3.000 orang. Peperangan terjadi di Mu'tah, sebelah utara Jazirah Arab. Pasukan Islam mendapatkan kesulitan menghadapi tentara Ghassan yang menerima pertolongan dari Romawi. Beberapa jagoan gugur melawan pasukan berkekuatan ratusan ribu orang itu.
Melihat kenyataan yang tidak berimbang ini Khalid bin Walid yang sudah masuk Islam ini mengambil alih komando dan memerintahkan pasukan untuk menarik diri dan kembali ke Madinah.
Selama dua tahun perjanjian Hudaibiyah berlangsug, dakwah Islam sudah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan menerima jawaban yang positif. Hampir seluruh Jazirah Arab, termasuk suku-suku yang paling selatan menggabungkan diri ke dalam Islam. Hal ini membuat orang-orang Mekah merasa terpojok.
Perjanjian Hudaibiyah ternyata menjadi senjata bagi umat Islam untuk memperkuat dirinya. Oleh alasannya itu secara sepihak orang-orang kafir Quraisy membatalkan perjanjian tersebut. Melihat kenyataan ini, Rasulullah segera bertolak ke Mekah dengan 10.000 orang tentara untuk melawan mereka. Nabi Muhammad SAW. tidak mengalami kesukaran dan berhasil memasuki kota Mekah tanpa perlawanan.
Beliau tampil sebagai pemenang. Patung-patung berhala diseluruh negeri dihancurkan. Setelah itu, Nabi berkhotbah menjanjikan ampunan Tuhan terhadap kafir Quraisy. Sesudah khotbah disampaikan, orang-orang kafir Quraisy tiba berbondong-bondong memeluk agama Islam. Sejak itu Mekah berada di dalam kekuasaan Nabi.
Sekalipun Mekah sanggup dikalahkan, masih ada dua suku Arab yang masih menentang, yaitu Bani Tsaqif di Tahif dan Bani Hawazin di antara Thaif dan Mekah. Kedua suku ini berkomplot membentuk pasukan untuk memerangi Islam. mereka ingin menuntut balas atas berhala-berhala mereka yang diruntuhkan Nabi umat Islam di Ka'bah.
Nabi mengerahkan kira-kira 12.000 tentara menuju Hunain untuk menghadapi mereka. Pasukan ini dipimpin pribadi oleh dia sehingga umat Islam memenangkan pertempuran dalam waktu tidak terlalu lama.
Dengan ditaklukkannya BaniTsaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah Arab berada di bawah kepemimpinan Nabi. Melihat kenyataan ini, Heraklius menyusun pasukan besar di utara Jazirah Arab, Syiria, yang merupakan tempat penduduk Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Ghassan dan Bani Lachimides.
Untuk menghadapi pasukan heraklius ini, banyak jagoan Islam menyediakan diri siap berperang bersama Nabi sehingga terhimpun pasukan Islam yang besar pula. Melihat besarnya pasukan Islam yang dipimpin Nabi, tentara Romawi itu menjadi kecut, hasilnya mereka menarik diri kembali ke daerahnya.
Nabi sendiri tidak melaksanakan pengejaran, tetapi berkemah di Tabuk. Di sini dia membuat beberapa perjanjian dengan penduduk setempat. Dengan demikian, tempat perbatasan itu sanggup dirangkul ke dalam barisan Islam. Perang tabuk merupakan perang terakhir yang diikuti Rasulullah SAW.
Pada tahun ke-9 dan ke-10 H(630 dan 632) banyak suku dari banyak sekali pelosok Arab mengutus delegasinya kepada Nabi Muhammad SAW. menyatakan ketundukan mereka. Masuknya orang Mekah ke dalam agama Islam mempunyai dampak yang amat besar pada penduduk padang pasir yang liar itu. Tahun ini disebut tahun perutusan. Persatuan bangsa Arab telah terwujud, peperangan antara suku yang berlangsung sebelumnya telah berkembang menjadi persaudaraan seagama.
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir, haji wada', tahun ke-10 H (631 M), Nabi Muhammad memberikan khutbahnya yang sangat bersejarah. Isi khutbah itu antara lain larangan menumpahkan darah, kecuali dengan haq dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil, alasannya nyawa dan harta benda yaitu suci.
Larangan riba dan larangan menganiaya, perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi dosa, semua pertengkaran antara mereka di zaman Jahiliyah harus saling dimaafkan, balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman Jahiliyah tidak lagi dibenarkan, persaudaraan dan persamaan diantara insan harus ditegakkan, hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik mereka makan menyerupai apa yang dimakan tuannya dan menggunakan menyerupai apa yang digunakan tuannya, dan terpenting yaitu bahwa umat Islam harus selalu berpegang kepada dua sumber yang tak pernah usang, yaitu Al-Quran dan sunnah nabi.
Isi khotbah ini merupakan prinsip-prinsip yang mendasari gerakan Islam. Selanjutnya, prinsip-prinsip itu bila disimpulkan yaitu kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial, keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.
Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah. Beliau mengatur organisasi masyarakat Kabilah yang telah memeluk agama Islam. Petugas keagamaan dan para d'i dikirim ke banyak sekali tempat dan kabilah untuk mengajarkan ajaran-ajaran Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat.
Dua bulan kemudian Nabi menderita sakit demam, tenaganya dengan cepat berkurang. Pada hari senin tanggal 12 Rabi'ul Awal 11 H/8 Juni 632 M, Nabi Muhammad SAW. wafat di rumah istrinya, Aisyah.
Dari perjalanan sejarah Nabi ini, sanggup disimpulkan bahwa Nabi Muhammad SAW., disamping sebagai pemimpin agama juga sebagai seorang negarawan, pemimpin politik dan eksekutif yang cakap hanya dalam waktu 11 tahun menjadi pemimpin politik, dia berhasil menundukkan seluruh Jazirah Arab ke dalam kekuasaannya.
Demikian artikel perihal sejarah Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad ini, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi semua orang.
Belum ada Komentar untuk "√ Pembentukan Negara Madinah Oleh Nabi Muhammad"
Posting Komentar