√ Pesan Kemdikbud Mengenai Persiapan Ujian Nasional (Un) Tahun 2019
Dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) tanggungjawab kita sebagai pelaksana UN bukan sekedar tanggungjawab konstitusional tetapi juga tanggungjawab moral. Tanggungjawab sopan santun ini justru lebih berat daripada tanggungjawab konstitusional. Oleh lantaran itu pelaksanaan UN harus memperlihatkan bantuan dalam pembentukan huruf dan sopan santun bagi bangsa Indonesia. Jika UN tidak memperlihatkan bantuan dalam pembentukan moral, maka apa yang kita laksanakan akan sia-sia, sementara sudah banyak pikiran, tenaga, dan biaya yang kita keluarkan.
Ketua BSNP Zainal A. Hasibuan dalam paparannya mengajak semua pihak untuk berkontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi anak bangsa kita melalui penguatan sistem penilaian, mulai dari evaluasi oleh pendidik, evaluasi oleh sekolah, sempai ke evaluasi oleh pemerintah dalam bentuk UN.
Zainal mengingatkan bahwa fungsi UN bukan untuk memperlihatkan hukuman atau penalty kepada penerima didik dan satuan pendidikan, tetapi difungsikan sebagai diagnostik sehingga kegiatan pelatihan dan intervensi menjadi sempurna guna dan sasaran. Lebih lanjut Ketua BSNP juga menekankan pentingnya intervensi teknologi dalam pelaksanaan UN melalui UN Berbasis Komputer atau Computer Based Test.
UN Sebagai Barometer
Jika ada sekolah, tambah Totok, yang memperlihatkan nilai delapan kepada penerima didik, apa arti nilai delapan tersebut? Apakah nilai delapan tersebut bisa dibandingkan dengan nilai delapan di sekolah lain? Bagi pengguna, ibarat perguruan tinggi tinggi, bagaimana menyikapi nilai delapan tersebut?
Menurut Totok, variasi dan keragaman nilai ini bisa diatasi kalau ada barometer,yaitu nilai UN. Oleh alasannya yaitu itu, penerima didik yang menerima nilai delapan untuk mata pelajaran matematika misalnya, sehabis dilakukan penyetaraan dengan nilai UN, bisa jadi nilai delapan tersebut setara dengan nilai tujuh dalam UN.
Dengan demikian, meskipun nilai UN tidak lagi berfungsi untuk menentukan kelulusan penerima didik dari satuan pendidikan, eksistensi UN masih sangat penting dalam pengendalian mutu pendidikan.
Terkait dengan tugas guru sebagai pendidik dalam melaksanakan penilaian, Totok mengingatkan biar guru tidak hanya menyebabkan penerima didik sebagai obyek yang dinilai dengan skor tertentu, tetapi juga menyebabkan mereka senantiasa siap melaksanakan perbaikan melalui umpan balik yang diberikan guru dalam proses pembelajaran. Melalui cara ibarat ini para guru diperlukan bisa menyebabkan evaluasi sebagai cara untuk memperbaiki proses pembelajaran (assessment as learning).
MoU Dengan Kemenristek DIKTI
Kepala Balitbang dalam pengarahannya juga menyampaikan bahwa untuk pelaksanaan UN tahun 2019, Kemendikbud dan Kemenristek DIKTI telah setuju untuk melaksanakan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Diantara lingkup atau aspek yang dituangkan dalam MoU ini yaitu tugas perguruan tinggi tinggi dalam pelaksanaan UN.
Dengan adanya MoU ini, penetapan perguruan tinggi tinggi negeri koordinator pemindaian Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN) akan dilakukan Kemenristek DIKTI. Tahun kemudian penetapannya dilakukan BSNP berdasarkan rekomendasi dari Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri. MoU ini juga memperlihatkan keseriusan dalam pelaksanaan UN sehingga hasilnya menjadi kredibel, akseptabel, dan akuntabel.
UN Bagi Daerah Terkena Bencana Asap
Sebagaimana kita ketahui bersama, sudah lebih dari empat bulan ada tujuh provinsi yang terkena tragedi asap akhir kebakaran hutan gambut di wilayah Sumatera dan Kalimantan Tengah. Pemda di provinsi tersebut telah mengambil kebijakan untuk meliburkan proses pembelajaran selama terjadi kabut asap.
Menyikapi kondisi tersebut, berdasarkan Dadang Sudiyarto Sekretaris Balitbang, melalui rapat pimpinan Kemdikbud telah diambil kebijakan untuk memperlihatkan keringanan dalam pelaksanaan UN bagi sekolah-sekolah yang diliburkan lebih dari 28 hari. Jadwal UN akan dibedakan dengan dengan tempat yang tidak terkena tragedi dan modus UN dilaksanakan dengan UN CBT.
Peningkatan Indeks Intergritas
Kepala Balitbang juga mengingatkan penerima rakor untuk selalu meningkatkan indeks integritas sebagai cerminan dari pelaksanaan UN yang jujur, transparan, profesional, dan akuntabel.
Salah satu cara meningkatkan indeks integritas dalam pelaksanaan UN yaitu melalui intervensi pemanfaatan teknologi isu dan komunikasi (TIK), yaitu UN berbasis komputer atau Compter Based Test (CBT). Dalam hal ini Puspendik telah melaksanakan rintisan UN CBT pada tahun 2019 dan akan diperluas dalam pelaksanaan UN tahun 2019.
Menurut Nizam Kepala Puspendik, pelaksanaan UN CBT tahun 2019 menerima respon nyata dari banyak sekali pihak. UN CBT dirasakan lebih efektif, efisien, dan kredibel dibanding dengan UN berbasis kertas. Respon nyata ini sanggup dilihat dari meningkatnya penerima UN CBT dari 554 pada tahun 2019 menjadi 2.500 hingga hari ini (saat rakor ini dilaksanakan) dan akan bertambah lagi hingga batas selesai pendataran yang diperpanjang hingga tanggal 15 November 2019.
Namun tidak dinafikan, kondisi di lapangan, sebagaimana diungkapkan Nizam, masih terdapat pihak tertentu yang bersikap resisten terhadap UN CBT. Bahkan ada sekolah yang semula sudah bersedia melaksanakan UN CBT, tetapi akibatnya mengundurkan diri dan menentukan melaksanakan UN berbasis kertas. Dalam hal ini, Nizam menegaskan bahwa penerima yang kini memakai UN CBT, hasilnya tidak berbeda dengan mereka yang mengikuti UN PBT. Jika ada penerima UN PBT yang hasilnya berbeda dengan hasil UN CBT, dipastikan kejujuran penerima terjamin. Artinya, mereka mempunyai indeks integritas yang tinggi.
Oleh lantaran itu, Nizam mengajak penerima rakor untuk meyakinkan calon penerima UN, orang renta siswa, dan guru bahwa tidak ada pihak yang dirugikan dengan UN CBT. Sebab sistem aplikasinya dibentuk seramah mungkin bagi pengguna (friendly user) dan prinsip keadilan sangat dipegang teguh.
(Sumber : Badan Standar Nasional Pendidikan)
Belum ada Komentar untuk "√ Pesan Kemdikbud Mengenai Persiapan Ujian Nasional (Un) Tahun 2019"
Posting Komentar