√ Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Abad Orde Baru
Nah kali ini kita akan membahas sejarah mengenai Kehidupan Berbangsa dan Bernegara pada Masa orde Baru, kita akan bahas secara lengkap biar sanggup dipahami dengan baik dan gampang dicerna oleh teman-teman.
Dalam pelaksanaannya, ternyata pembentukan Kabinet Ampera mengakibatkan munculnya "dualisme kepemimpinan nasional". Kabinet Ampera dibuat melalui Keputusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Sebagai tindak lanjut pertemuan Bangkok, pada tanggal 11 Agustus 1966 delegasi Indonesia dan Malaysia kembali mengadakan pertemuan di Jakarta.
1. Sidang Umum MPRS
Pada tanggal 20 Juni hingga 5 Juli 1966 mengadakan Sidang Umum IV dan menghasilkan 24 (dua puluh empat) ketetapan, yang penting antara lain:
- Tap MPRS No. IX/MPRS/1966, perihal Surat Perintah Presiden tanggal 11 Maret 1966, MPRS (supersemar).
- Tap MPRS No XII/MPRS/1966, perihal penegasan kembali landasan budi politik luar negeri Republik Indonesia.
- Tap MPRS No. XIII/MPRS/1966, perihal kabinet Ampera.
- Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966, perihal pembubaran PKI, dan pernyataan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah negara Republik Indonesia dan larangan setiap acara untuk membuatkan atau mengembangkan paham atau pedoman komunisme/Marxisme-Leninisme.
2. Pembentukan Kabinet Ampera
Sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, maka Letnan Jenderal Soeharto sebagai pengemban Surat Pemerintah 11 Maret pada tanggal 25 Juli 1966 membentuk Kabinet Ampera.
Tugas pokok Kabinet Ampera dikenal dengan nama Dwidharma, yaitu membuat stabilitas politik dan membuat stabilitas ekonomi Program kerja Kabinet Ampera disebut Caturkarya, yaitu sebagai berikut.
- Memperbaiki perikehidupan rakyat di bidang sandang dan pangan.
- Melaksanakan pemilihan umum selambat-lambatnya 5 Juli 1968.
- Melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional.
- Melanjutkan usaha anti imperalisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dalam pelaksanaannya, ternyata pembentukan Kabinet Ampera mengakibatkan munculnya "dualisme kepemimpinan nasional". Kabinet Ampera dibuat melalui Keputusan Presiden No. 163 tanggal 25 Juli 1966 yang ditandatangani Presiden Soekarno.
Soekarno tetap bertindak sebagai presiden, dan sekaligus merangkap sebagai pemimpin kabinet. Ketika Kabinet Ampera dirombak pada tanggal 11 Oktober 1966, jabatan presiden tetap dipegang oleh Soekarno.
Namun, Letnan Jenderal Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang mempunyai kekuasaan direktur dalam Kabinet Ampera yang disempurnakan.
Soekarno sebagai pemimpin pemerintah, sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintah. Adanya "dualisme kepemimpinan nasional" kemudian menimbulkan kontradiksi politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini terang membahayakan persatuan bangsa dan negara.
Demi menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada pengemban Tap MPRS No. IX/MPRS/1966.
Selanjutnya, MPRS menyelenggarakan Sidang spesial di Jakarta pada tanggal 7 hingga 12 Maret 1967. Dalam Sidang spesial tersebut, MPRS dengan Ketetapan No XXXIII/MPRS/1967 menetapkan untuk mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno.
Dengan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 itu pula MPRS mengangkat Jenderal Soeharto, sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto selaku pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 diambil sumpahnya dan dilantik sebagai pejabat presiden Republik Indonesia, menurut ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 kekuasaan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia berakhir secara resmi.
Pada tanggal 27 Maret 1968 MPRS mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia menurut Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, hingga presiden gres hasil pemilihan umum ditetapkan.
Namun, Letnan Jenderal Soeharto diangkat sebagai perdana menteri yang mempunyai kekuasaan direktur dalam Kabinet Ampera yang disempurnakan.
Soekarno sebagai pemimpin pemerintah, sedangkan Soeharto sebagai pelaksana pemerintah. Adanya "dualisme kepemimpinan nasional" kemudian menimbulkan kontradiksi politik dalam masyarakat, yaitu mengarah pada munculnya pendukung Soekarno dan pendukung Soeharto. Hal ini terang membahayakan persatuan bangsa dan negara.
Demi menjaga keutuhan kehidupan berbangsa dan bernegara, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada pengemban Tap MPRS No. IX/MPRS/1966.
Selanjutnya, MPRS menyelenggarakan Sidang spesial di Jakarta pada tanggal 7 hingga 12 Maret 1967. Dalam Sidang spesial tersebut, MPRS dengan Ketetapan No XXXIII/MPRS/1967 menetapkan untuk mencabut kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno.
Dengan ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 itu pula MPRS mengangkat Jenderal Soeharto, sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto selaku pengemban Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966 diambil sumpahnya dan dilantik sebagai pejabat presiden Republik Indonesia, menurut ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 kekuasaan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia berakhir secara resmi.
Pada tanggal 27 Maret 1968 MPRS mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia menurut Ketetapan MPRS No. XLIV/MPRS/1968, hingga presiden gres hasil pemilihan umum ditetapkan.
3. Penataan Kembali Politik Luar Negeri Bebas Aktif
a. Indonesia Kembali menjadi Anggota PBB
Sesuai dengan politik luar negeri bebas aktif, Indonesia berkomitmen turut serta menjaga perdamaian. Untuk itu, Indonesia menetapkan kembali menjadi anggota PBB pada tanggal 28 September 1950 dan tercatat menjadi anggota ke-60.
Banyak manfaat yang diperoleh bangsa Indonesia semenjak menjadi anggota PBB.
b. Normalisasi Hubungan Indonesia dengan Malaysia
Upaya merintis korelasi normalisasi korelasi dimulai dengan diselenggarakan negosiasi di Bangkok pada tanggal 29 hingga 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan ini delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, sedangkan Malaysia oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia Tun Abdul Razak.
Dalam pertemuan ini delegasi Indonesia diwakili oleh Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik, sedangkan Malaysia oleh Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia Tun Abdul Razak.
Pertemuan ini menghasilkan Persetujuan Bangkok yang isinya:
- Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.
- Indonesia -Malaysia menyetujui pemulihan korelasi diplomatik.
- Tindakan-tindakan permusuhan harus dihentikan.
Sebagai tindak lanjut pertemuan Bangkok, pada tanggal 11 Agustus 1966 delegasi Indonesia dan Malaysia kembali mengadakan pertemuan di Jakarta.
Kedua delegasi menyepakati pembicaraan yang dilanjutkan dengan penandatanganan persetujuan normalisasi korelasi antara Indonesia-Malaysia.
c. Indonesia menjadi Anggota ASEAN
Lima negarawan Asia Tenggara berkumpul di Bangkok, Thailand pada tanggal 8 Agustus 1967. Mereka kemudian berhasil menandatangani sebuah deklarasi pembentukan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN).
Tokoh-tokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok pada tahun 1967 tersebut adalah Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), Narisco Ramos (Filipina), Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).
4. Upaya Peningkatan Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara melalui Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang mencakup seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melakukan kiprah mewujudkan tujuan nasional.
Sseperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melakukan ketertiban dunia yang menurut perdamaian awet dan keadilan sosial
Sseperti yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melakukan ketertiban dunia yang menurut perdamaian awet dan keadilan sosial
Nah itulah Sejarah mengenai Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Masa Orde Baru semoga artikel ini sanggup bermanfaat dan menambah wawasan anda.
Belum ada Komentar untuk "√ Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara Abad Orde Baru"
Posting Komentar